Judul : Positioning Minyak Goreng
Pengarang: : KPPU ( Komisi Pengawas Persaingan Usaha )
Tahun : 2010
Tema : Analisis Jurnal Komoditas Minyak Goreng Sawit
Latar Belakang:
Stabilisasi harga barang-barang kebutuhan pokok termasuk di dalamnya minyak goreng merupakan salah satu dari sekian rupa program kebijakan pemerintah yang secara tidak langsung dilakukan dalam upaya menjaga standar kelayakan hidup masyarakat. Produk minyak goreng menjadi salah satu barang yang penting untuk dikendalikan pemerintah karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak (yang masih menggunakan minyak goreng sebagai mediasi pengolahan hampir sebagian besar makanan yang dikonsumsinya).
Fenomena:
Fenomena beberapa tahun terakhir terkait dengan gejolak harga CPO dunia, secara faktual mempengaruhi terjadinya gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Melambungnya harga CPO dari kisaran harga US$ 600/ton pada bulan Februari 2007 menjadi US$ 1.300/ton pada minggu I bulan Maret 2008 menjadi alasan logis yang menjelaskan melambungnya harga minyak goreng sawit di pasar domestik ketika itu dari kisaran harga Rp 7.000/kg pada bulan Februari 2007 menjadi Rp 12.900,- per kg pada bulan Maret 2008. Hal ini dapat dijelaskan karena 80% biaya produksi pengolahan minyak goreng sawit merupakan biaya input (bahan baku) CPO2.
Namun demikian, ketika terjadi penurunan harga di pasar input (CPO), harga minyak goreng pada pasar domestik diindikasikan tidak meresponnya secara proporsional. Fenomena inilah yang melatarbelakangi dugaan terjadinya perilaku ataupun praktek persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha minyak goreng di Indoensia (sehingga mengkondisikan harga minyak goreng relatif tetap tinggi meskipun variabel input (CPO) telah mengalami penurunan harga yang signifikan).
Motivasi penelitian:
Guna menemukan dan menguji dugaan struktur pasar maka penelitian ini untuk melakukan kajian terutama terkait dengan produksi dan pemasaran minyak goreng sawit, serta pengukuran dampak kebijakan pemerintah dalam upaya melakukan stabilisasi harga minyak goreng di pasar domestik.
Metodologi
Dalam penelitian ini menggunakan data kuantitatif.Dalam metodeloginya menggunakan beberapa teori umum serta penelitian lapangan dan observasi yaitu penelitian dengan tinjauan langsung ke lapangan dan melalui pengamatan atas obyek yang diteliti yaitu, penyebaran industri kelapa sawit yang merupakan tempat pengolahan bahan baku yang umum dalam pembuatan minyak goreng di kota-kota besar di seluruh Indonesia.
Model penelitian
1. Menggunakan model gambar :
2. Menggunakan model matematis :
HHI = S12 + S22 + S32 +…..+ Sn2
Hasil dan anĂ¡lisis
Struktur Pasar
Berikut disajikan data 10 pelaku usaha terbesar beserta kapasitas produksi dan market share masing-masing perusahaan minyak goreng di Indonesia :
Pengukuran Konsentrasi pasar dapat diukur dengan menggunakan CR(n), dimana (n) merupakan jumlah pangsa pasar beberapa pelaku usaha dengan pangsa pasar terbesar. Apabila kita menggunakan pendekaktan penghitungan market share berdasarkan kapasitas produksi terpasangnya, maka market share dari 4 pelaku usaha minyak goreng di Indonesia, didapatkan nilai CR4 sebagi berikut :
CR4 = 18.27% + 13.67% +6.04% + 4.62% = 42.60%
Nilai CR4 sebesar 42.60 persen mengandung arti bahwa 42,60 persen pangsa pasar terkonsentrasi pada 4 perusahaan minyak goreng (yaitu Wilmar Group, Musim Mas Group, Permata Hijau Group, dan PT Smart). Disamping menggunakan intrumen CR(n), dalam pengukuran konsentrasi pasar juga kerap digunakan pendekatan dengan menggunakan instrumen Hirscman Herfindal Index (HHI) dengan formula :
HHI = S12 + S22 + S32 +…..+ Sn2
Apabila kita menggunakan market share 10 pelaku usaha minyak goreng terbesar diatas (Tabel 1), maka didapatkan pengukuran HHI sebagai berikut :
HHI = 0.18272 + 0.13672 + 0.06042 + 0.046202 + 0.042402 + 0.024002 + 0.023102 + 0.020402 + 0.020102 + 0.001992 + (42*(0.010092)27
= 0.06624 atau 662,4
Dengan mencermati CR4 sebesar 42.60 persen dan Nilai HHI sebesar 662,4 tersebut maka struktur pasar industri minyak goreng di Indonesia memiliki karakteristik oligopoli longgar (loose oligopoly), karena nilainya masih di bawah dari karakteristik pasar dengan struktur oligopoli ketat (tight oligopoly) yang dipatok pada nilai HHI diatas 1800 dan konsentrasi diatas 60% (Sheperd, 1990).
Simpulan
1. Struktur pasar industri minyak goreng di Indonesia memiliki karakteristik oligopoli longgar (loose oligopoly) yang dapat ditunjukan dengan mencermati nilai CR4 (42.60%) dan nilai HHI (662,4). Nilai tersebut masih di bawah dari karakteristik pasar dengan struktur oligopoli ketat (tight oligopoly) yang dipatok pada nilai HHI di atas 1800 dan konsentrasi di atas 60%.
2. Meskipun struktur pasar memiliki karakteristik oligopoli longgar (mendekati persaingan) namun dengan mencermati data pergerakan harga minyak goreng di tingkat konsumen periode Januari 2006 – Maret 2009, mengindikasikan bahwa harga perdagangan minyak goreng di pasar domestik lebih ditentukan oleh kemampuan perusahaanperusahaan minyak goreng. Hal ini tercermin dari dua perilaku sebagai berikut :
a) Pada saat terjadi kenaikan harga CPO di pasar dunia, perusahaan minyak goreng di Indonesia diduga melakukan penyesuaian harga secara simultan dengan harapan para pesaing melakukan hal yang sama (conscious parallelism) dengan cara menggunakan informasi pasar pergerakan harga input (CPO) internasional dalam menetapkan harga jual minyak goreng di pasar domestik.
b) Pada saat terjadi penurunan harga CPO di pasar dunia, diduga terjadi asymetric price transmission ( Fenomena pergerakan harga di pasar input terkadang tidak diikuti secara simetris terhadap pembentukan harga di tingkat output), yang terlihat dari semakin melebarnya selisih antara harga CPO dengan harga minyak goreng.
Rekomendasi
1. Pemerintah perlu memfasilitasi regulasi guna memperbaiki kelembagaan pasar (domestik), sehingga meminimalisir perilaku conscious parallelisme (dengan selalu mengacu pada harga pasar internasional) dari para produsen input CPO untuk pengolahan MGS. Hal ini memungkinkan untuk dapat dilakukan mengingat Indonesia merupakan produsen utama dan terbesar CPO dunia. Oleh sebab itu, peran bursa berjangka komoditi perlu diefektifkan;
2. Terkait inefisiensi yang terjadi di industri minyak goreng sawit dalam negeri khususnya jika dikaitkan dengan karakteristik industri yang sebagian besar melakukan pola pengelolaan yang terintegrasi secara vertikal, maka direkomendasikan agar KPPU tetap melakukan penelitian di sektor ini secara berkelanjutan.
3. Terdapat beberapa kekeliruan dalam penghitungan data produksi perusahaan minyak goreng. Kekeliruannya terjadi ketika menghitung jumlah produksi keseluruhan dari data yang ada.
4. Terkait dengan penghitungan rumus HHI, terdapat penghitungan yang sulit dimengerti karena ada angka yang tidak jelas asalnya. Sebaiknya penghitungan ini lebih diperjelas agar pembaca lebih dapat memahami penghitungan rumus ini.